Jumat, 08 Mei 2015

Desperately Seeking Synergy (mati-matian mencari sinergi)


Sinergi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Synergos" yang  berarti "bekerja bersama-sama.“
Dalam bisnis, sinergi mengacu pada kemampuan dua atau lebih unit atau perusahaan untuk menghasilkan nilai yang lebih besar bekerja sama daripada mereka bekerja terpisah. 
gambarannya seperti ini NPV(ab) > NPVa + NPVb
NPV pada gambaran ini adalah proxy yang digunakan dalam mengukur value perusahaan.
dengan kata lain sinergi berusaha untuk menciptakan 1 + 1 = > 2 (satu tambah satu samadengan lebih dari 2)
dalam sudut pandang corporate strategy, usaha dalam menciptakan dilakukan melalui konfigurasi dan kordinasi.
untuk menciptakan sinergi bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan untuk seseorang  yang sangat berpengalaman sekalipun. kebanyakan dari usaha dalam menciptakan sinergi hanya berujung pada kegagalan.

Pada penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun ini menemukan bahwa kebanyakan perusahaan yang sedang berusaha menciptakan sinergi sebenarnya tidak pernah benar-benar mencapai sinergi tersebut. Ada yang melenceng dari harapan manajemen, beberapa tidak lebih dari pertemuan-pertemuan ala kadarnya yang hampir sia-sia, beberapa lainnya berhasil pada jangka pendek dan mulai memudar setelahnya, dan beberapa lainnya hanya menjadi alat perusahaan induk yang tidak pernah benar-benar sesuai dengan tujuan utamanya.
Jika satu-satunya yang menjadi kendala dari upaya untuk mencapai sinergi adalah frustasi dan rasa malu mungkin manajemen akan melihat kegagalan tersebut sebagai sebuah pembelajaran, akan tetapi upaya dalam mencari sinergi seringkali juga menjadi sebuah opportunity cost. Upaya dalam mencari sinergi seringkali justru mengalihkan manajer dari tujuan utama yang sebenarnya, bahkan terkadang membuat bisnis yang sudah memberikan keuntungan yang nyata menjadi berantakan. Terkadang program untuk mencari sinergi justru menjadi bumerang, merusak hubungan dengan konsumen, merusak brand image atau bahkan merusak moral pegawainya.
Meski demikian menghindari kegagalan tersebut juga mungkin untuk dilakukan, hanya saja diperlukan sebuah perubahan sudut pandang dan cara berpikir mengenai sinergi. Dari pada hanya meyakini bahwa sinergi benar-benar bisa diciptakan, bisa dicapai dan akan menguntungkan, eksekutif korporat juga perlu bersikap lebih seimbang bahkan cenderung skeptis mengenai bahaya sinergi.
Para eksekutif korporat perlu berhati-hati pada daya tarik dari sinergi, mereka juga sebaiknya menggunakan insting mereka ketika berhadapan dengan program sinergi. Seperti misalkan menolak program sinergi yang dirasa tidak akan berhasil. Bahkan mungkin dengan lebih berhati-hati akan membuat  para eksekutif korporat dapat lebih memahami dimana sebenarnya kesempatan sinergi berada di organisasi mereka.
Penelitian ini percaya bahwa sebenarnya sinergi dapat memberikan dorongan yang besar untuk sisi bawah dari kebanyakan perusahaan-perusahaan besar.
Tantangan yang sebenarnya dari sinergi adalah untuk dapat memisahkan mana sinergi yang benar-benar dapat dilakukan dan menguntungkan dan mana sinergi yang hanya ilusi. Dengan lebih disiplin dan berhati-hati, maka para eksekutif akan dapat menemukan sinergi yang sebenarnya.
Penilaian yang tidak sesuai dan menganggun pemahaman para eksekutif, akan memicu bias sinergi yang kemudian membawa mereka melebih-lebihkan keuntungan dan meremehkan biaya yang harus dikeluarkan. Lalu kemudian muncul parenting bias yaitu keyakinan bahwa sinergi hanya dapat diperoleh dengan membujuk dan menarik bisnis unit untuk bergabung ke korporasi. Parenting bias biasanya dibarengi dengan skill bias yaitu bahwa keterampilan apapun yang dibutuhkan untuk mencapai sinergi akan tersedia di dalam organisasi. Dan akhirnya eksekutif akan menjadi korban dari upside yang menyebabkan mereka terlalu fokus pada potensi keuntungan dari sinergi yang mana mereka mengabaikan resiko yang mungkin timbul. Akumulasi dari ke- empat bias tersebut akan membuat sinergi sepertinya menjadi lebih menarik dan sangat mudah untuk diraih, lebih dari yang sebenarnya terjadi.

1.      Bias sinergi (synergy bias), dimana eksekutif melebih-lebihkan manfaat dan meremehkan biaya sinergi.
Sinergi bias menjadi sebuah obsesi dari beberapa eksekutif. Mereka mati-matian mencari sinergi sehingga mereka membuat keputusan dan investasi yang tidak bijak.
Salah satu contohnya adalah seorang manajer yang bertanggung jawab pada produk makanan berskala global. Ia percaya bahwa keuntungan yang lebih besar, harga saham yang lebih tinggi tergantung pada kooperasi antar unit-unit bisnis. Maka penciptaan sinergi pun menjadi prioritas utamanya. Para manajer diberikan penjelasan untuk mengutamakan kolaborasi dan strandarisasi lintas negara untuk “leverage the company’s brands internationally”.
Ditekan oleh CEO, para manajer membuat “high-profile sinergy initatives” dan hasilnya adalah kesuraman. Sebuah merek kuat cookie di U.K. membuat pengeluaran (expense) berdasarkan perhitungan di U.S. kemudian sebuah promosi pasta yang berjalan lancar di jerman, diluncurkan juga di itali dan spanyol, hal tersebut jelas merupakan bumerang. Mengikis baik margin dan juga market share. Ide dasarnya adalah membuat komposisi yang terstandar di semua negara eropa untuk beberapa produk makanan agar dapat mencapai ekonomies of scale dalam hal pembelian dan manufacturing. Hasilnya, konsumen menolak mentah-mentah produk yang di formulasi ulang tersebut.


2.      Bias parenting (parenting bias), yakni keyakinan bahwa sinergi akan dicapai hanya dengan membujuk atau menarik unit bisnis untuk bekerja sama.
Manajer korporasi yang terkena sinergi bias biasanya akan terkena bias-bias yang lain pula. Apabila mereka percaya bahwa sinergi benar-benar bisa diraih, mereka biasanya akan ikut berpartisipasi. Mereka berasumsi bahwa setiap manager unit akan fokus pada bisnis mereka masing-masing dan melindungi otoritas atas bisnis mereka dan meremehkan kesempatan untuk bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Ada sindrome yang menjangkiti mereka seperti misalkan sindrome “saya terlalu sibuk” “jangan campuri urusan yang tidak kamu pahami”

Parenting dalam hal ini diasumsikan sebagai holding company, corporate center, divisi atau apapun bagian yang menguasai atau mencakup lebih dari satu unit bisnis. Pada kenyatannya hal tersebut tidaklah sesuai. Manager bisnis memiliki banyak alasan untuk menciptakan hubungan dengan unit bisnis lain asalkan hubungan tersebut memberikan keuntungan bagi bisnis mereka. Mereka bahkan bekerja sama dengan suplier, customer atau berpartner di luar dari organisasi mereka sendiri, tidak kalah mengerikan adalah fakta bahwa mereka bekerja sama dengan pesaing langsungnya jika hal tersebut memang bagian dari kepentingan mereka.
Contoh pada industri musik. Empat perusahaan paling besar akan sangat sering berbagi pabrik produksi CD pada negara yang menghasilkan kekurangan penjualan untuk mendukung empat pabrik yang terpisah.
Ketika seorang manajer menolak bekerja sama, biasanya ia memiliki alasan yang sangat bagus baik bahwa mereka percaya tidak ada untungnya dari kerjasama tersebut ataupun dari segi biaya yang ditimbulkan termasuk seperti opportunity cost.

3.      Bias keterampilan (skills bias), yang berasumsi bahwa apa pun pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai sinergi akan tersedia dalam organisasi.
Para eksekutif korporasi percaya bahwa ketika mereka campur tangan, mereka berpendapat bahwa mereka dapat melakukan campur tangan yang efektif. Kenyataannya, tidak.
Akumulasi dari parenting bias dan skills bias membuat banyak program sinergi berakhir sia-sia.
Contohnya pada sebuah grup retail, sang CEO yakin bahwa ada manfaat yang besar dari peningkatan dan proses berbagi kemampuan logistik lintas perusahaan. Ia melihat bahwa pesaingnya dapat meraih keunggulan dari proses distribusi yang lebih cepat dan murah. maka ia kemudian membuat tim pengembang lintas bisnis, kemudian yang menaruh core corporate yang berkompetensi pada bidang logistik, karena tidak ada kandidat yang cukup kuat maka ia memilih manajer rantai pasokan  dari unit bisnis yang paling besar. Ia percaya bahwa manajer ini akan berperan semestinya dan terus berkembang. Hasilnya jelas kebalikan dari harapan sang CEO. Manajer yang tidak memiliki kemampuan tata cara logistik lintas bisnis ditambah dengan kemampuan komunikasi yang buruk sang manajer justru merusak upaya tim secara keseluruhan.

4.      Bias terbalik (upside bias), Eksekutif berkonsentrasi begitu keras pada potensi manfaat sinergi dengan mengabaikan risiko yang mungkin terjadi.
Apakah manfaat dari sinergi tercapai atau tidak, tetap ada sebuah konsekuensi yang sering kali tidak terlihat dimana hal tersebut disebut sebagai knock-on effect. knock-on effect dapat menguntungkan ataupun membahayakan, dan knock-on effect dapat berada dalam berbagai bentuk.
Contohnya sebuah program sinergi korporasi, membantu atau merusak dari sebuah usaha untuk menanamkan para pegawainya agar lebih memiliki akuntabilitas dalam kaitannya dengan performa bisnisnya agar lebih dapat diukur. Hal tersebut bisa memperkuat atau justru menghambat pada perubahan organisasi. Hal tersebut bisa meningkatkan atau justru menurunkan motivasi dan inovasi para pegawai. Atau hal tersebut dapat merubah cara berpikir manajer tentang bisnis mereka, peran mereka untuk menjadi lebih baik atau malah merusaknya.
Dalam kombinasi, empat bias ini membuat sinergi tampak lebih menarik dan lebih mudah dicapai daripada yang sebenarnya. Akibatnya, eksekutif perusahaan sering meluncurkan inisiatif yang pada akhirnya membuang-buang waktu dan uang dan bahkan kadang-kadang sangat merusak bisnis mereka. Untuk menghindari kegagalan tersebut, eksekutif perlu melakukan analisis jernih yang dapat menjelaskan manfaat yang bisa diperoleh, meneliti potensi keterlibatan perusahaan, dan memperhitungkan kerugian yang mungkin.

1.      What Is Synergy?

Kata sinergi berasal dari kata Yunani Synergos, yang berarti "bekerja bersama-sama". Dalam bisnis, sinergi mengacu pada kemampuan dari dua atau lebih unit atau perusahaan untuk menghasilkan nilai yang lebih besar bekerja sama daripada mereka bisa bekerja secara terpisah. Peneliti menemukan bahwa sebagian besar perusahaan mengambil satu dari enam bentuk sinergi yaitu :
a.      Shared Know-How
Unit sering mendapat manfaat dari berbagi pengetahuan atau keterampilan. misalnya, meningkatkan hasil mereka dengan menggabungkan wawasan mereka ke dalam proses, fungsi, atau wilayah geografis tertentu. Know-how yang mereka bagi dapat ditulis dalam sebuah manual atau dalam pernyataan kebijakan dan prosedur. Namun yang sangat sering adalah keberadaannya berjalan secara tersembunyi, tanpa dokumentasi formal. Secara sederhana nilai dapat diciptakan melalui menunjukan satu pihak kepada yang lain dimana mereka memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan. Penekanan bahwa banyak perusahaan memprioritaskan pada peningkatan-pemerataan kompetensi inti dan berbagi cara praktek terbaik mencerminkan pentingnya tentang shared know-how.
b.      Coordinated Strategy
Coordinated Strategy Terkadang diterapkan untuk keunggulan perusahaan untuk menyelaraskan strategi dari dua atau lebih bisnisnya. Membagi market share antar unit bisnis mungkin bisa mengurangi kompetisi antar unit bisnis tersebut. Dan Mengkoordinasikan respon terhadap musuh bersama mungkin menjadi cara yang ampuh dan efektif untuk melawan ancaman persaingan. Meskipun strategi yang terkoordinasi pada prinsipnya menjadi sumber penting dari sinergi, namun hal tersebut sulit untuk dicapai. Menerapkan keseimbangan yang tepat antara intervensi perusahaan dan otonomi unit bisnis merupakan hal yang tidak mudah.
c.       Shared Tangible Resources
Unit bisnis terkadang dapat menghemat banyak uang dengan cara saling berbagi aset fisik ataupun sumber daya. Dengan menggunakan fasilitas manufaktur yang umum atau laboratorium penelitian contohnya, mereka mungkin meraih economies of sclae dan menghindari “kerja dua kali”. Perusahaan sering membenarkan akuisisi jenis usaha yang related dengan berlandaskan bahwa sinergi dapat diperoleh dari berbagi sumber daya.

d.      Vertical Integration
Koordinasi aliran produk atau jasa dari satu unit ke unit lain dapat mengurangi biaya persediaan, pengembangan produk yang lebih cepat, meningkatkan utilisasi kapasitas, dan meningkatkan akses pasar. Dalam industri proses seperti petrokimia dan hasil hutan, integrasi vertikal yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan manfaat sangat besar.
e.       Pooled Negotiating Power
Dengan menggabungkan pembelian mereka, unit bisnis yang berbeda dapat memiliki pengaruh yang lebih besar atas pemasok, sehingga dapat mengurangi biaya atau bahkan meningkatkan kualitas barang yang mereka beli. Perusahaan juga bisa mendapatkan manfaat serupa dengan cara serupa yaitu negosiasi gabungan yang dilaukan bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti pelanggan, pemerintah, atau universitas.
f.        Combined Business Creation
Penciptaan bisnis baru dapat difasilitasi dengan menggabungkan pengetahuan dari unit yang berbeda, dengan mengekstraksi kegiatan yang berlainan dari berbagai unit dan menggabungkan mereka dalam sebuah unit baru, atau dengan membentuk usaha patungan internal maupun aliansi. Sebagai hasil dari peningkatan perhatian dunia bisnis untuk regenerasi dan pertumbuhan perusahaan, beberapa perusahaan telah memberikan perhatian lebih pada jenis sinerg ini.

2.      A Disciplined Approach to Synergy


Dengan mengambil pendekatan sinergi yang lebih disiplin, seorang eksekutif dapat memperoleh keuntungannya sambil menghindari kefrustrasianya. Langkah pertama adalah untuk mengevaluasi biaya dan manfaat yang didapat. Jika manfaat bersihnya tidak jelas, maka eksplorasi lebih yang lebih dalam diperlukan. Jika akhirnya diketahui bahwa manfaatnya kecil, maka eksekutif tidak harus memaksa untuk mengejar sinergi tersebut kecuali risiko dari intervensi korporasi juga rendah. Jika tampaknya manfaatnya besar, eksekutif harus menentukan apakah intervensi oleh perusahaan induk masuk akal. Jika kesempatan parenting tidak terlalu jelas, maka intervensi harus dibatasi agar memfasilitasi eksplorasi lebih lanjut terlebih dahulu. Jika kesempatan parenting tidak ada, eksekutif harus menolak setiap keinginan untuk campur tangan. Jika kesempatan parenting yang ada jelas, maka eksekutif harus menyesuaikan intervensi agar sesuai dengan kesempatannya dan meminimalkan risiko. Ketika sinergi dikelola dengan baik, maka hal tersebut akan dapat menjadi sebuah anugrah tetapi ketika tidak dikelola akan dapat merusak sebuah keyakinan dan mengikis kepercayaan organisasi antara unit-unit bisnis serta antara unit dan pusat perusahaan.


Penulis:  Michael Gold & Andrew Campbell 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Untuk Komentarnya :)