Sinergi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Synergos" yang berarti "bekerja bersama-sama.“
Dalam bisnis,
sinergi mengacu pada kemampuan dua atau lebih unit atau perusahaan untuk
menghasilkan nilai yang lebih besar bekerja sama daripada mereka bekerja
terpisah.
gambarannya seperti ini NPV(ab) > NPVa + NPVb
NPV pada gambaran ini adalah proxy yang digunakan dalam mengukur value perusahaan.
dengan kata lain sinergi berusaha untuk menciptakan 1 + 1 = > 2 (satu tambah satu samadengan lebih dari 2)
dalam sudut pandang corporate strategy, usaha dalam menciptakan dilakukan melalui konfigurasi dan kordinasi.
untuk menciptakan sinergi bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan untuk seseorang yang sangat berpengalaman sekalipun. kebanyakan dari usaha dalam menciptakan sinergi hanya berujung pada kegagalan.
Pada penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun ini menemukan bahwa kebanyakan perusahaan yang sedang berusaha menciptakan sinergi sebenarnya tidak pernah benar-benar mencapai sinergi tersebut. Ada yang melenceng dari harapan manajemen, beberapa tidak lebih dari pertemuan-pertemuan ala kadarnya yang hampir sia-sia, beberapa lainnya berhasil pada jangka pendek dan mulai memudar setelahnya, dan beberapa lainnya hanya menjadi alat perusahaan induk yang tidak pernah benar-benar sesuai dengan tujuan utamanya.
Jika satu-satunya yang menjadi kendala
dari upaya untuk mencapai sinergi adalah frustasi dan rasa malu mungkin
manajemen akan melihat kegagalan tersebut sebagai sebuah pembelajaran, akan
tetapi upaya dalam mencari sinergi seringkali juga menjadi sebuah opportunity cost. Upaya dalam mencari
sinergi seringkali justru mengalihkan manajer dari tujuan utama yang sebenarnya,
bahkan terkadang membuat bisnis yang sudah memberikan keuntungan yang nyata
menjadi berantakan. Terkadang program untuk mencari sinergi justru menjadi
bumerang, merusak hubungan dengan konsumen, merusak brand image atau bahkan
merusak moral pegawainya.
Meski demikian menghindari kegagalan
tersebut juga mungkin untuk dilakukan, hanya saja diperlukan sebuah perubahan sudut
pandang dan cara berpikir mengenai sinergi. Dari pada hanya meyakini bahwa
sinergi benar-benar bisa diciptakan, bisa dicapai dan akan menguntungkan,
eksekutif korporat juga perlu bersikap lebih seimbang bahkan cenderung skeptis
mengenai bahaya sinergi.
Para eksekutif korporat perlu
berhati-hati pada daya tarik dari sinergi, mereka juga sebaiknya menggunakan
insting mereka ketika berhadapan dengan program sinergi. Seperti misalkan
menolak program sinergi yang dirasa tidak akan berhasil. Bahkan mungkin dengan
lebih berhati-hati akan membuat para
eksekutif korporat dapat lebih memahami dimana sebenarnya kesempatan sinergi
berada di organisasi mereka.
Penelitian ini percaya bahwa sebenarnya
sinergi dapat memberikan dorongan yang besar untuk sisi bawah dari kebanyakan
perusahaan-perusahaan besar.
Tantangan yang sebenarnya dari sinergi
adalah untuk dapat memisahkan mana sinergi yang benar-benar dapat dilakukan dan
menguntungkan dan mana sinergi yang hanya ilusi. Dengan lebih disiplin dan
berhati-hati, maka para eksekutif akan dapat menemukan sinergi yang sebenarnya.
Penilaian yang tidak sesuai dan
menganggun pemahaman para eksekutif, akan memicu bias sinergi yang kemudian
membawa mereka melebih-lebihkan keuntungan dan meremehkan biaya yang harus
dikeluarkan. Lalu kemudian muncul parenting bias yaitu keyakinan bahwa sinergi
hanya dapat diperoleh dengan membujuk dan menarik bisnis unit untuk bergabung
ke korporasi. Parenting bias biasanya dibarengi dengan skill bias yaitu bahwa
keterampilan apapun yang dibutuhkan untuk mencapai sinergi akan tersedia di
dalam organisasi. Dan akhirnya eksekutif akan menjadi korban dari upside yang
menyebabkan mereka terlalu fokus pada potensi keuntungan dari sinergi yang mana
mereka mengabaikan resiko yang mungkin timbul. Akumulasi dari ke- empat bias
tersebut akan membuat sinergi sepertinya menjadi lebih menarik dan sangat mudah
untuk diraih, lebih dari yang sebenarnya terjadi.
1. Bias sinergi (synergy bias), dimana eksekutif melebih-lebihkan manfaat dan
meremehkan biaya sinergi.
Sinergi bias menjadi
sebuah obsesi dari beberapa eksekutif. Mereka mati-matian mencari sinergi
sehingga mereka membuat keputusan dan investasi yang tidak bijak.
Salah satu contohnya
adalah seorang manajer yang bertanggung jawab pada produk makanan berskala
global. Ia percaya bahwa keuntungan yang lebih besar, harga saham yang lebih
tinggi tergantung pada kooperasi antar unit-unit bisnis. Maka penciptaan
sinergi pun menjadi prioritas utamanya. Para manajer diberikan penjelasan untuk
mengutamakan kolaborasi dan strandarisasi lintas negara untuk “leverage the
company’s brands internationally”.
Ditekan oleh CEO, para
manajer membuat “high-profile sinergy initatives” dan hasilnya adalah
kesuraman. Sebuah merek kuat cookie di U.K. membuat pengeluaran (expense)
berdasarkan perhitungan di U.S. kemudian sebuah promosi pasta yang berjalan
lancar di jerman, diluncurkan juga di itali dan spanyol, hal tersebut jelas
merupakan bumerang. Mengikis baik margin dan juga market share. Ide dasarnya
adalah membuat komposisi yang terstandar di semua negara eropa untuk beberapa
produk makanan agar dapat mencapai ekonomies of scale dalam hal pembelian dan
manufacturing. Hasilnya, konsumen menolak mentah-mentah produk yang di
formulasi ulang tersebut.
2. Bias parenting (parenting bias), yakni keyakinan bahwa sinergi akan dicapai hanya
dengan membujuk atau menarik unit bisnis untuk bekerja sama.
Manajer korporasi yang
terkena sinergi bias biasanya akan terkena bias-bias yang lain pula. Apabila
mereka percaya bahwa sinergi benar-benar bisa diraih, mereka biasanya akan ikut
berpartisipasi. Mereka berasumsi bahwa setiap manager unit akan fokus pada
bisnis mereka masing-masing dan melindungi otoritas atas bisnis mereka dan
meremehkan kesempatan untuk bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Ada
sindrome yang menjangkiti mereka seperti misalkan sindrome “saya terlalu sibuk”
“jangan campuri urusan yang tidak kamu pahami”
Parenting dalam hal ini
diasumsikan sebagai holding company, corporate center, divisi atau apapun
bagian yang menguasai atau mencakup lebih dari satu unit bisnis. Pada
kenyatannya hal tersebut tidaklah sesuai. Manager bisnis memiliki banyak alasan
untuk menciptakan hubungan dengan unit bisnis lain asalkan hubungan tersebut
memberikan keuntungan bagi bisnis mereka. Mereka bahkan bekerja sama dengan suplier,
customer atau berpartner di luar dari organisasi mereka sendiri, tidak kalah
mengerikan adalah fakta bahwa mereka bekerja sama dengan pesaing langsungnya
jika hal tersebut memang bagian dari kepentingan mereka.
Contoh pada industri
musik. Empat perusahaan paling besar akan sangat sering berbagi pabrik produksi
CD pada negara yang menghasilkan kekurangan penjualan untuk mendukung empat
pabrik yang terpisah.
Ketika seorang manajer
menolak bekerja sama, biasanya ia memiliki alasan yang sangat bagus baik bahwa
mereka percaya tidak ada untungnya dari kerjasama tersebut ataupun dari segi
biaya yang ditimbulkan termasuk seperti opportunity cost.
3. Bias keterampilan (skills bias), yang berasumsi bahwa apa pun pengetahuan yang
dibutuhkan untuk mencapai sinergi akan tersedia dalam organisasi.
Para eksekutif
korporasi percaya bahwa ketika mereka campur tangan, mereka berpendapat bahwa
mereka dapat melakukan campur tangan yang efektif. Kenyataannya, tidak.
Akumulasi dari
parenting bias dan skills bias membuat banyak program sinergi berakhir sia-sia.
Contohnya pada sebuah
grup retail, sang CEO yakin bahwa ada manfaat yang besar dari peningkatan dan
proses berbagi kemampuan logistik lintas perusahaan. Ia melihat bahwa
pesaingnya dapat meraih keunggulan dari proses distribusi yang lebih cepat dan
murah. maka ia kemudian membuat tim pengembang lintas bisnis, kemudian yang
menaruh core corporate yang berkompetensi pada bidang logistik, karena tidak
ada kandidat yang cukup kuat maka ia memilih manajer rantai pasokan dari unit bisnis yang paling besar. Ia
percaya bahwa manajer ini akan berperan semestinya dan terus berkembang.
Hasilnya jelas kebalikan dari harapan sang CEO. Manajer yang tidak memiliki
kemampuan tata cara logistik lintas bisnis ditambah dengan kemampuan komunikasi
yang buruk sang manajer justru merusak upaya tim secara keseluruhan.
4. Bias terbalik (upside bias), Eksekutif berkonsentrasi begitu keras pada potensi
manfaat sinergi dengan mengabaikan risiko yang mungkin terjadi.
Apakah manfaat dari
sinergi tercapai atau tidak, tetap ada sebuah konsekuensi yang sering kali
tidak terlihat dimana hal tersebut disebut sebagai knock-on effect. knock-on effect dapat menguntungkan ataupun
membahayakan, dan knock-on effect
dapat berada dalam berbagai bentuk.
Contohnya sebuah
program sinergi korporasi, membantu atau merusak dari sebuah usaha untuk
menanamkan para pegawainya agar lebih memiliki akuntabilitas dalam kaitannya
dengan performa bisnisnya agar lebih dapat diukur. Hal tersebut bisa memperkuat
atau justru menghambat pada perubahan organisasi. Hal tersebut bisa
meningkatkan atau justru menurunkan motivasi dan inovasi para pegawai. Atau hal
tersebut dapat merubah cara berpikir manajer tentang bisnis mereka, peran
mereka untuk menjadi lebih baik atau malah merusaknya.
Dalam kombinasi, empat bias ini membuat sinergi tampak lebih
menarik dan lebih mudah dicapai daripada yang sebenarnya. Akibatnya, eksekutif
perusahaan sering meluncurkan inisiatif yang pada akhirnya membuang-buang waktu
dan uang dan bahkan kadang-kadang sangat merusak bisnis mereka. Untuk
menghindari kegagalan tersebut, eksekutif perlu melakukan analisis jernih yang
dapat menjelaskan manfaat yang bisa diperoleh, meneliti potensi keterlibatan
perusahaan, dan memperhitungkan kerugian yang mungkin.
1.
What
Is Synergy?
Kata sinergi berasal dari kata Yunani Synergos, yang berarti
"bekerja bersama-sama". Dalam bisnis, sinergi mengacu pada kemampuan
dari dua atau lebih unit atau perusahaan untuk menghasilkan nilai yang lebih
besar bekerja sama daripada mereka bisa bekerja secara terpisah. Peneliti
menemukan bahwa sebagian besar perusahaan mengambil satu dari enam bentuk
sinergi yaitu :
a.
Shared Know-How
Unit sering mendapat manfaat dari berbagi pengetahuan atau
keterampilan. misalnya, meningkatkan hasil mereka dengan menggabungkan wawasan
mereka ke dalam proses, fungsi, atau wilayah geografis tertentu. Know-how yang mereka bagi dapat ditulis
dalam sebuah manual atau dalam pernyataan kebijakan dan prosedur. Namun yang sangat
sering adalah keberadaannya berjalan secara tersembunyi, tanpa dokumentasi
formal. Secara sederhana nilai dapat diciptakan melalui menunjukan satu pihak
kepada yang lain dimana mereka memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan
pekerjaan. Penekanan bahwa banyak perusahaan memprioritaskan pada peningkatan-pemerataan
kompetensi inti dan berbagi cara praktek terbaik mencerminkan pentingnya tentang
shared know-how.
b.
Coordinated Strategy
Coordinated Strategy Terkadang diterapkan untuk keunggulan perusahaan untuk
menyelaraskan strategi dari dua atau lebih bisnisnya. Membagi market share antar unit bisnis mungkin
bisa mengurangi kompetisi antar unit bisnis tersebut. Dan Mengkoordinasikan respon
terhadap musuh bersama mungkin menjadi cara yang ampuh dan efektif untuk
melawan ancaman persaingan. Meskipun strategi yang terkoordinasi pada
prinsipnya menjadi sumber penting dari sinergi, namun hal tersebut sulit untuk
dicapai. Menerapkan keseimbangan yang tepat antara intervensi perusahaan dan otonomi
unit bisnis merupakan hal yang tidak mudah.
c.
Shared Tangible Resources
Unit bisnis terkadang
dapat menghemat banyak uang dengan cara saling berbagi aset fisik ataupun
sumber daya. Dengan menggunakan fasilitas manufaktur yang umum atau
laboratorium penelitian contohnya, mereka mungkin meraih economies of sclae dan menghindari “kerja dua kali”. Perusahaan
sering membenarkan akuisisi jenis usaha yang related dengan berlandaskan bahwa sinergi dapat diperoleh dari berbagi
sumber daya.
d.
Vertical Integration
Koordinasi aliran
produk atau jasa dari satu unit ke unit lain dapat mengurangi biaya persediaan,
pengembangan produk yang lebih cepat, meningkatkan utilisasi kapasitas, dan
meningkatkan akses pasar. Dalam industri proses seperti petrokimia dan hasil
hutan, integrasi vertikal yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan manfaat
sangat besar.
e.
Pooled Negotiating Power
Dengan menggabungkan
pembelian mereka, unit bisnis yang berbeda dapat memiliki pengaruh yang lebih
besar atas pemasok, sehingga dapat mengurangi biaya atau bahkan meningkatkan
kualitas barang yang mereka beli. Perusahaan juga bisa mendapatkan manfaat serupa
dengan cara serupa yaitu negosiasi gabungan yang dilaukan bersama-sama dengan
pemangku kepentingan lainnya, seperti pelanggan, pemerintah, atau universitas.
f.
Combined Business Creation
Penciptaan bisnis baru
dapat difasilitasi dengan menggabungkan pengetahuan dari unit yang berbeda,
dengan mengekstraksi kegiatan yang berlainan dari berbagai unit dan
menggabungkan mereka dalam sebuah unit baru, atau dengan membentuk usaha
patungan internal maupun aliansi. Sebagai hasil dari peningkatan perhatian
dunia bisnis untuk regenerasi dan pertumbuhan perusahaan, beberapa perusahaan
telah memberikan perhatian lebih pada jenis sinerg ini.
2.
A
Disciplined Approach to Synergy
Dengan mengambil pendekatan sinergi yang lebih disiplin, seorang
eksekutif dapat memperoleh keuntungannya sambil menghindari kefrustrasianya.
Langkah pertama adalah untuk mengevaluasi biaya dan manfaat yang didapat. Jika manfaat
bersihnya tidak jelas, maka eksplorasi lebih yang lebih dalam diperlukan. Jika akhirnya
diketahui bahwa manfaatnya kecil, maka eksekutif tidak harus memaksa untuk mengejar
sinergi tersebut kecuali risiko dari intervensi korporasi juga rendah. Jika
tampaknya manfaatnya besar, eksekutif harus menentukan apakah intervensi oleh
perusahaan induk masuk akal. Jika kesempatan parenting tidak terlalu jelas, maka intervensi harus dibatasi agar memfasilitasi
eksplorasi lebih lanjut terlebih dahulu. Jika kesempatan parenting tidak ada, eksekutif harus menolak setiap keinginan untuk
campur tangan. Jika kesempatan parenting
yang ada jelas, maka eksekutif harus menyesuaikan intervensi agar sesuai dengan
kesempatannya dan meminimalkan risiko. Ketika sinergi dikelola dengan baik, maka hal tersebut akan
dapat menjadi sebuah anugrah tetapi ketika tidak dikelola akan dapat merusak
sebuah keyakinan dan mengikis kepercayaan organisasi antara unit-unit bisnis
serta antara unit dan pusat perusahaan.
Penulis: Michael Gold & Andrew Campbell
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Untuk Komentarnya :)