Penelitian ini meneliti
proses sinisme user yang muncul dan
dibentuk menjadi bagian dari resistensi dalam implementasi di bidang IT.
Penelitian ini didasari dari perspektif literature
sebelumnya dengan menghubungkan proyeksi user
sinisme dari sistem masa depan. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus
selama 3 tahun dari implementasi sistem CRM pada unit call center di perusahaan energi Eropa (Energy Technology Inc./ETI). Penulis mengikuti proses implementasi CRM
pada ETI untuk menelusuri pola perilaku yang dihasilkan dari perilaku
resistensi pada umumnya dan perilaku sinisme pada khususnya.
Pada penelitian ini, penulis
mengacu kepada perilaku kognitif yang menjaga jarak terhadap resistensi yang
merupakan dampak negatif terhadap implementasi IT dan mewujudkan persepsi untuk
melihat tujuan yang dianut oleh para pelaksana (cf. Kunda, 1992; Dean et al.,
1998; Fleming, 2005). Ada 3 dimensi menonjol yang dimiliki sinisme user yang merupakan bentuk perlawanan
pasif, yaitu :
1.
Cognitive
Distance
Sinisme
melibatkan kesadaran distancing (menjaga jarak) dengan manajemen (Prasad &
Prasad, 2000; Fleming & Spicer, 2003). Fleming (2005) menjelaskan bahwa cognitive distance merupakan bentuk lain
dari perilaku yang berasal dari kombinasi pertahanan dan distancing.
2.
Negative
Affect
User
sinisme melibatkan keadaan terhadap perilaku manajerial (Fleming, 2005; Kim et
al, 2009.). Hal ini menggambarkan tanggapan karyawan terhadap budaya manajemen dan
keyakinan bahwa organisasi tidak memiliki integritas yang direspon dengan
ejekan, sarkasme, dan ironi.
3. Seeing through espoused
claims
Dalam
hal ini berkaitan dengan pengetahuan pribadi untuk mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi yang ditunjukkan dengan antisipasi terhadap penipuan,
ketidakkonsistenan manajerial, dan membongkar keputusan manajerial.
Data yang dikumpulkan pada
penelitian ini mulai dari Februari 2005. Pengumpulan data yang dilakukan
termasuk dari hasil 57 wawancara semistruktur, wawancara informal, analisis
dokumen, dan pengamatan yang dilakukan selama beberapa minggu di ETI. Berakhir
pada Juni 2007 dimana dimana sistem CRM sudah dibangun dan telah berjalan
selama 13 bulan. Selain pengumpulan data yang real time, penulis juga mengumpulkan data retrospective untuk melacak kondisi awal dari implementasi CRM. Hal
ini dilakukan dengan review dokumen
dan wawancara. 57 wawancara yang dilakukan terdiri dari 14 wawancara untuk manajer
di kantor pusat dengan 6 responden, 16 wawancara untuk middle management dengan 9 responden, dan 27 wawancara dengan customer service representatives dengan
18 responden. Wawancara berlangsung rata-rata selama 1 jam dengan direkam dan
sebagian ditulis. Setiap pengamatan tercatat melalui catatan lapangan dan
ditambahkan ke database penelitian.
Analisis data dilakukan
dengan membuka coding dari seluruh
materi yang dikumpulkan, mengidentifikasi peristiwa penting dan keputusan untuk
membuat kronologi proses implementasi sistem, analisis pihak yang
berkepentingan untuk meningkatkan kepekaan terhadap berbagai interpretasi.
Misalnya, penulis mengidentifikasi perbedaan yang signifikan antara front office dan customer service representative terhadap interpretasi mereka dalam
implementasi IT.
Case
Setting
ETI adalah sebuah perusahaan
utilitas di Eropa yang memberikan energi untuk sekitar 6 juta konsumen di Eropa
Utara dan merupakan perusahaan energy terbesar dan produsen listrik keempat
terbesar di Eropa. Pusat layanan pelanggan ETI ini menerima lebih dari
1.000.000 panggilan per tahun. Pusat layanan pelanggan memiliki sekitar 300
karyawan pada tahun 2005 sebelum pelaksanaan CRM dan 400 karyawan pada tahun
2007 setelah pelaksanaan CRM. Operasional customer service dibagi menjadi dua
yaitu front office dan back office. Manajer lini bertanggung jawab atas
manajemen strategis situs layanan pelanggan ETI, yang pelaporannya dilakukan
kepada kepala produksi di kantor pusat ETI.
Dalam penerapannya,
implementasi CRM dalam ETI memiliki 3 urutan episode dari sesistensi pengguna,
yaitu :
Episode
1 : implementation postponements
(July 2014-April 2016)
Initial conditions
Ada
dua kondisi untuk melihat implementasi CRM, yang pertama manajemen menganjurkan
sistem lalu melihat cara untuk menyelesaikannya.
Penerapaan pada control ini lebih ketat dan dianggap sebagai kunci untuk
meningkatkan jumlah permintaan pelanggan. Sehingga dapat mewujudkan nilai
perusahaan yaitu “ lebih cepat, lebih murah, lebih baik”. Kondisi
kedua ketidak mampuan. Mengingat sejarah kegagalan IT, manajemen di ETI
berharap bahwa penerapan CRM membuat perusahaan menjadi lebih produktif.
Object of resistance
Bulan
juli 2005 , ETI memberikan 5 hari program pelatihan. Pelatihan ini untuk
menguji system CRM. Awalnya terdapat masalah yaitu keterlambatan dan
konfigurasi karena tidak lengkapnya system untuk merevisi materi pelatihan dan
model system. Hal ini membuat frustasi diatara peserta karena ini merupakan
system baru.
Reaction
Reaksi
dari mereka dengan keadaan itu adalah menjadi kurang antusias terhadap system
baru ini. Karena mereka takut akan terjadi kehilangan pengawasan di back office. Melihat reaksi seperti ini
manajemen menciptakan “curry hugger”
yaitu cara untuk menolak mereka yang enggan
untuk mengalami perubahan sistem.
Dan ini menyebabkan beredarnya rumor pemecatan diantara karyawan.
Resistance behaviour
Staf back office
khususnya yang menanggapi adanya penundanaan dan kurangnya pelatihan bagi
pengguna dengan menciptakan cerita yang mengakibatkan peperangan. Cerita
semacam itu tersebar secara luas di customer
service centre. Benar atau tidak, cerita-cerita tersebut dipengaruhi dengan
adanya kecepatan pelaksanaan dengan menghambat penerimaan pengguna.
Episode 2 : escalating implementation problems (Mei 2006–Agustus 2006)
Initial condition
Manajemen mengubah tempat kerja untuk customer repesentatives dengan
memperkenalkan sistem baru yang lain, disebut sebagai "Web device" yang digunakan secara
paralel dengan sistem CRM. Web device
adalah aplikasi spreadsheet dengan
tujuan menangani masalah-masalah sementara dengan faktur pelanggan baru dan
pendaftaran.
Object resistance
Kecanggungan bekerja dengan Web device secara paralel dengan sistem CRM menjadi sumber adanya
perlawanan dalam dirinya sendiri di antara pengguna. Pada saat itu, manajemen
membuat penjelasan bahwa jika perwakilan pelanggan tidak akan menerima sistem
dan struktur baru, maka pemecatan akan dilakukan.
Reaction
Awalnya dijanjikan sistem yang lebih baik, users, dan untuk
beberapa derajat, bahkan manajer grup, sekarang merasa ditinggalkan oleh
manajemen.
Resistance behaviour
Selama dua bulan yang sangat kacau, ETI berjuang untuk
menangani peningkatan atas implementation problems. ETI menanggapi frustasi
pengguna dengan mengirimkan high-level
managers ke pusat layanan pelanggan dengan maksud untuk menegaskan visi
dari implementasi sistem CRM dan bagaimana berkomunikasi dengan pelanggan yang
marah.
Episode 3: keeping the production going (September
2006–Juni 2007)
Initial condition
Meskipun sistem CRM terus ditingkatkan, namun kinerja
staf justru semakin menurun.
Object resistance
Selama episode ini, obyek perlawanan terjadi khususnya di
system advocates. Manajer melihat
permasalahan dan secara terbuka menyatakan kekecewaan mereka kepada tingkat
manajemen yang lebih tinggi.
Reaction
Kurangnya dukungan sistem dan perjuangan dalam manajemen
menciptakan lingkungan kerja yang tidak stabil.
Customer support centre mulai
kehilangan tenaga berpengalaman.
Resistance behaviour
Adanya kecurigaan yang terjadi bahwa manajer customer service yang baru memiliki agenda tersembunyi yang terus
dilaksanakan dan berkembang.
Epilogue
Di bawah kepemimpinan manajer customer service yang baru, ETI memutuskan untuk merevisi rencana
reorganisasi awal mereka. Manajer customer
service meluncurkan rencana reorganisasi, termasuk upaya untuk meningkatkan
laju implementasi CRM dan reorganisasi layanan pelanggan. Pada akhirnya
organisasi ini kurang lebih kembali menggunakan sistem mereka pada tahun 2004.
IMPLIKASI
Studi ini memberikan wawasan baru bagi peran pengguna cynicism sebagai bagian dari perlawanan
dalam implementasi IT.
Pertama, dalam penelitian ini peneliti menegaskan dan
memperluas tentang model resistensi bagi pengguna yang diusulkan oleh Lapointe
dan Rivard (2005).
Kedua, hasil penelitian ini juga memutuskan hubungan
dengan kebijaksanaan konvensional dalam literatur resistensi pengguna.
Penelitian yang masih ada biasanya mencirikan perlawanan pasif sebagai sesuatu
yang konstan dari waktu ke waktu (Marakas & Hornik, 1996; Prasad &
Prasad, 2000; Contu, 2008).
Ketiga, peneliti memperkenalkan sebuah literatur baru
kepada komunitas IS secara umum dan pengguna literatur resistensi IS khususnya,
untuk sebuah pengetahuan yang terbaik, dimana the organisational cynicism literature (Dean et al., 1998; Fleming
& Spicer, 2003) belum diakui dalam literatur IS.
KESIMPULAN
Temuan dari peneliti menunjukkan bahwa
perlunya alur kerja yang konseptual yang selanjutnya mengembangkan landasan
teoritis untuk studi pengguna cynism. Adanya
saran bahwa perlunya penelitian terapan yang bertujuan untuk mengembangkan
teori-teori yang dapat membantu manajer untuk mengurangi pengguna cynicism.
Sumber: Viktoria Institute, Gothenburg, Sweden
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Untuk Komentarnya :)